السبت، 23 فبراير 2013

SYAFA’AT DI HARI KIAMAT : Al-Baqarah-48


SYAFA’AT DI HARI KIAMAT
Tafsir al-Baqarah ayat : 48 Part 2
وَاتَّقُوا يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ وَلَا يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ  (البقرة : 48 )
“Dan jagalah dirimu dari (`adzab) hari (kiamat) yang pada hari itu seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikit pun,  dan (begitu pula) tidak diterima syafa`at dan tebusan daripadanya, dan tidaklah mereka akan ditolong”
Content (muatan) tahdzir (peringatan) Allah dalam ayat ini adalah, di hari kiamat kelak, selain tidak akan diterima pembelaan, tebusan, dan segala macam pertolongan, juga tidak akan diterima syafa’at. Satu-satunya yang dapat menghindarkan ‘adzab (siksa) Allah adalah keimanan yang di-implementasi-kan melalui amal kebajikan. Syafa’at terambil dari kata ‘syaf’u’ (genap) yang diartikan dengan: ‘indlimamul-ghairi ilas-syakhshi liyadfa’a ‘anhu’ (afiliasi/penggabungan orang lain terhadap seseorang guna menolak mara bahaya yang menimpa dirinya). Seseorang yang tidak mampu menghadapi persoalan atau tidak mampu meraih apa yang diharapkan, ia meminta bantuan kepada orang lain yang berkemampuan, dengan menggenapkan pada dirinya dan menjadi penghubung baginya, guna bersama-sama menghadapi persoalan atau meraih apa yang diharapkannya. Upaya ini disebut dengan syafa’at.
Dhahir ayat di atas menunjukkan bahwa  syafa’at tidak akan diperoleh siapapun, tidak hanya terbatas pada kaum Yahudi yang kafir yang menolak kenabian Nabi Muhammad SAW dan kaum musyrik atau kafir lainnya saja. Atas dasar bahwa : ‘tankirun-nafsi wa hua fi hiyazin-nafyi yufidu ‘umaman-nafsi’ (kata ‘nafs’ yang menggunakan bentuk nakirah/indifinite yang dikemukakan dalam konteks me-nafi-kan sesuatu, menunjukkan makna umum, mencakup siapapun). Dhahir ayat inilah yang dipegangi kalangan muktazilah sebagai salah satu dalil penolakannya terhadap adanya syafaat bagi ahlul kabair (mu’min yang melakukan dosa besar). Lain dari pada itu –menurut mereka- terdapat ayat-ayat lain yang serupa, yang secara tegas menafikan adanya syafaat bagi ahlul kabair, seperti surah al-Muddatsir ayat 48 yang dzahirnya menunjukkan arti umum:
فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينْ
“Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat”.
juga surah Ghafir ayat 18 yang menyatakan bahwa orang-orang yang dzalim tidak memperoleh syafaat, dimana perbuatan dosa besar merupakan kedzaliman :  
مَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلَا شَفِيعٍ يُطَاع
“Orang-orang yang dzalim tidak mempunyai teman setia seorang pun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafaat yang diterima syafaatnya”.
Kalangan ahlus-sunnah berpendapat bahwa meskipun ayat ini dan ayat-ayat lainnya secara dzahir menafikan syafa’at secara umum, tetapi terdapat sekian ayat dan hadis yang mencapai derajat tawatur ma’nawi, yang membatasi keumuman tersebut. Seperti surah al-Anbiya ayat 28 :
وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى
“dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah”
dan surah Saba ayat 23 :
وَلَا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ عِنْدَهُ إِلَّا لِمَنْ أَذِنَ لَه
“Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafaat itu”
yang mengindikasikan adanya syafa’at bagi orang yang diridlai dan orang yang mendapat izin Allah SWT. Juga hadis nabi yang tegas menyatakan adanya syafa’at Nabi SAW bagi umatnya termasuk bagi ahlul kabair sebagaimana hadis : 
لِكُلِّ  نّبِيٍّ دَعْوَةٌ  مُسْتَجَابَةٌ . وَقَدْ اِدَّخَرْتُ دَعْوَتِيْ  شَفَاعَةً لِأُمَّتِيْ .
“setiap nabi mempunyai doa yang mustajab. Dan sungguh aku menyimpan doaku untuk mensyafa’ati ummatku”
dan hadis :
شَفَاعَتِيْ لِأَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِيْ
“Syafa’atku untuk orang-orang yang melakukan dosa besar dari ummatku”
Maka atas dasar jam’an bainal-adillah (menghimpun berbagai dalil) kalangan ahlus-sunnah berkesimpulan bahwa syafa’at yang dinafikan adalah syafa’at bagi mereka yang kafir sebagaimana halnya kaum Yahudi yang menolak kenabian Nabi Muhammad SAW dan orang-orang kafir lainnya, berdasarkan dalil ayat-ayat yang digunakan kalangan muktazilah di atas. Sedang bagi selain  mereka, ada peluang untuk memperoleh syafa’at, berdasarkan dalil ayat-ayat berikutnya dan hadis yang mencapai derajat tawatur ma’nawi. Tetapi perlu dicatat tidak seluruhnya mendapat syafa’at. Karena dalam hal syafa’at, menerimanya termasuk memberinya adalah atas izin Allah SWT dan keputusan-Nya adalah haq lagi bijaksana. Wallahu a’lam.  

ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق