السبت، 23 فبراير 2013

PELAJARAN DARI PENYELAMATAN BANI ISRAIL : Al-Baqarah - 49


PELAJARAN DARI PENYELAMATAN BANI ISRAIL
Tafsir al-Baqarah ayat : 49 Part 1

وَإِذْ نَجَّيْنَاكُمْ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَسُومُونَكُمْ سُوءَ الْعَذَابِ يُذَبِّحُونَ أَبْنَاءَكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَاءَكُمْ وَفِي ذَلِكُمْ بَلَاءٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَظِيمٌ   (البقرة : 49 )
“Dan (ingatlah) ketika Kami menyelamatkan kamu dari (Fir’aun dan) pengikut-pengikut Fir’aun. Mereka menimpakan siksaan yang sangat berat kepadamu. Mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu dan membiarkan hidup anak-anak perempuanmu. Dan pada yang demikian itu merupakan cobaan yang besar dari Tuhanmu”
Ayat ini di-athaf-kan (disambungkan) pada ayat ke 47 yang lalu yaitu ‘udzkuru ni’mati’ (ingatlah nikmat-Ku) min bab al-‘athf al-mufashal ‘ala al-mujmal (tergolong persambungan pernyataan yang bersifat rincian pada pernyataan yang bersifat global). Maka kandungan ayat ini menjadi bagian dari nikmat, yang Allah swt perintahkan/serukan kepada Bani Israil untuk diingat. Kendati peristiwa penyelamatan Bani Israil dari penindasan Fir’aun yang ditunjuk ayat di atas terjadi pada zaman Nabi Musa as, tetapi orang-orang Bani Israil di zaman Nabi Muhammad saw diperintahkan untuk mengingatnya. Karena mereka yang ada sekarang adalah kelanjutan/ keturunan dari mereka yang ada pada saat itu. Andaikan penindasan waktu itu berlanjut terus, tidak dihentikan Allah swt, maka komunitas Bani Israil akan habis dan tidak tersisa di muka bumi saat sekarang ini. Maka di balik peristiwa penyelamatan terdapat dua nikmat/anugerah.  Minnatun ‘alas-salaf (Anugerah kepada Para Pendahulu yang dirasakan langsung). Wa Minnatun ‘alal-khalaf (Anugerah kepada Para Penerus sebagai imbas dari Anugerah kepada Para Pendahulu). Karenanya menjadi kewajiban bagi seluruh Bani Israil disetiap generasinya,  tidak hanya tertentu pada generasi yang mengalaminya, untuk mensyukuri peristiwa penyelamatan tersebut. Sebagaimana  dalam sari’at mereka terdapat keharusan untuk menyelenggarakan ihtifal (perayaan) berkenaan dengan hari-hari diturunkannya nikmat Allah swt dahulu, termasuk di dalamnya hari penyelamatan dari penindasan Fir’aun yang kejam. Allah swt megisyaratkan dalam firman-Nya :
وَذَكِّرْهُمْ بِأَيَّامِ اللَّهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِكُلِّ صَبَّارٍ شَكُورٍ (ابرهيم : 5)

“Dan ingatkanlah mereka kepada hari-hari Allah. Sungguh pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi setiap orang penyabar dan banyak bersukur”

Kata ‘ayyamil-Lah’ pada ayat tersebut ditafsirkan oleh  as-Syaikh Ibnu Asyur dengan hari-hari di mana pada hari-hari itu Allah swt menyelamatkan Bani Israil, memberi pertolongan, serta memudahkan jalan pada mereka dalam meraih kemenangan.

Logika ayat ke 49 di atas, menginformasikan bahwa prosesi penyelamatan Bani Israil merupakan campur tangan Allah yang benar-benar nyata dan jelas. Betapa tidak demikian. Semua anak laki-laki yang lahir dari rahim perempuan-perempuan Bani Israil saat itu, diintruksikan oleh Fir’aun untuk dibunuh. Dan cara membunuhnya adalah  dengan  disembelih, supaya dapat dipastikan tidak ada satupun  keturunan laki-laki Bani Israil yang hidup, yang kelak menjadi pemimpin, yang melakukan revolusi pembebasan bangsanya. Intruksi Fir’aun tersebut didasarkan pada mimpi buruknya sebagaimana diuraikan as-Syaikh As-Sya’rawi dalam tafsirnya :

فلقد رأى فرعون نارا هبت من ناحية بيت المقدس فأحرقت كل المصريين ولم ينج منها غير بني إسرائيل. فلما طلب فرعون تأويل الرؤيا. قال له الكهان يخرج من ذرية إسرائيل ولد يكون على يده نهاية ملكك. فأمر القوابل (الدايات) بذبح كل مولود ذكر من ذرية بني إسرائيل  
Sungguh Fir’aun bermimpi menjumpai api menyala dari wilayah Bait al-Maqdis, kemudian api itu membakar seluruh kota dan tidak ada seorangpun penduduknya yang selamat, kecuali Bani Israil. Ketika Fir’aun menanyakan tentang ta’wil (arti) mimpinya, para Peramal berkata : “ akan lahir dari keturunan Bani Israil seorang anak, yang kelak di tangannya kerajaanmu akan dihabiskan”. Maka kemudian Fir’aun mengintruksikan kepada para dukun bayi untuk menyembelih setiap bayi laki-laki yang lahir dari keturunan Bani Israil.
Tetapi Allah swt menunjukkan kekuasaan-Nya sekaligus ketidak berdayaan Fir’aun dan para pengikutnya kepada Bani Israil dan seluruh manusia, dengan menyelamatkan seorang putra bernama Musa as yang kelak melakukan revolusi, justru ke pangkuan Fir’aun itu sendiri. 
وَأَوْحَيْنَا إِلَى أُمِّ مُوسَى أَنْ أَرْضِعِيهِ فَإِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَأَلْقِيهِ فِي الْيَمِّ وَلَا تَخَافِي وَلَا تَحْزَنِي إِنَّا رَادُّوهُ إِلَيْكِ وَجَاعِلُوهُ مِنَ الْمُرْسَلِينَ (7) فَالْتَقَطَهُ آلُ فِرْعَوْنَ لِيَكُونَ لَهُمْ عَدُوًّا وَحَزَنًا إِنَّ فِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَجُنُودَهُمَا كَانُوا خَاطِئِين
“ Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa: “Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah pula bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang dari Rasul. Maka dipungutlah ia oleh keluarga Fir’aun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. Sesungguhnya Fir’aun dan Haman beserta tentaranya adalah orang-orang yang bersalah”

Selanjutnya urgensitas penyebutan nikmat penyelamatan Bani Israil dari kekejaman Fir’aun, setidaknya –sebagaimana dinyatakan al-Imam ar-Razi- di dasarkan pada dua hal prinsip yang patut direnungkan.
Pertama ; Penderitaan paling besar  yang dialami umat manusia adalah penderitaan yang disebabkan oleh tirani dan kedzaliman Penguasa. Maka terbebasnya Bani Israil dari penderitaan itu, merupakan nikmat/anugerah yang besar. Harusnya Bani Israil memahami, kemudian mensyukuri dengan cara tunduk dan taat kepada Allah swt Sang Pemberi nikmat. Karena :

عَظْمُ النِّعْمَةِ يُوْجِبُ المُبَالَغَةَ فِي الطَّاعَةِ وّالْبُعْدِ عَنِ الْمَعْصِيَّةِ
“Keagungan nikmat mengharuskan seseorang untuk memaksimalkan ketundukan dan menjauh dari kemaksiatan”.
Kedua ; Nasib Bani Israil saat itu berada pada limit kehinaan, sementara musuhnya (Fir’aun dan Para Pengikutnya) berada pada puncak kemuliaan.  Tetapi kemudian Allah swt membalik keadaan, dengan memuliakan Bani Israil karena mereka berpegang pada kebenaran, dan menghinakan musuhnya, karena musuhnya berada pada kebatilan. Harusnya Bani Israil mengerti dengan tidak terpedaya oleh kekuatan mereka, karena mereka saat ini dalam kebatilan. Dan tidak meremehkan umat Islam, karena mereka dalam kebenaran. Sebab sangat mungkin Allah swt akan membalik keadaan sebagaimana dahulu Dia lakukan. Karena :

وَمَنْ كَانَ الْحَقُّ اِلَى جَانِبِهِ فَاِنَّ الْعَاقِبَةَ  لاَ بُدَّ  أَنْ تَكُوْنَ لَهُ

“Barangsiapa dipihaknya terdapat kebenaran, maka pasti kesudahannya, kemenangan berada dipihaknya”.
Renungan itu bukan hanya untuk Bani Israil saja, tetapi untuk diri kita juga. Karena hukum Allah swt berlaku kapan saja dan di mana saja serta pada siapa saja. Dahulu kita sangat menderita ditindas oleh penjajah berabad-abad lamanya, kemudian berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa kita terbebas merdeka. Bukankah ini nikmat yang tiada tara? Lalu sudahkan kita mensyukurinya? Dahulu kita lemah, dan penjajah kuat. Tetapi kita berada dalam kebenaran karena memperjuangkan keadilan, sedang penjajah berada dalam kebatilan karena mereka bertindak sewenang-wenang. Kemudian Allah memberi kita kemenangan karena kebenaran yang kita pegang.  Apakah saat ini kita masih memegang kebenaran dengan memperjuangkan keadilan? Sehingga Allah swt tidak akan membalik keadaan. Renungkanlah!!!


ليست هناك تعليقات:

إرسال تعليق