Tafsir al-Baqarah ayat : 48 Part 2
وَاتَّقُوا
يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ
وَلَا يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ (البقرة : 48 )
“Dan jagalah dirimu dari
(`adzab) hari (kiamat) yang pada hari itu seseorang tidak dapat membela orang
lain, walau sedikit pun, dan (begitu
pula) tidak diterima syafa`at dan tebusan daripadanya, dan tidaklah mereka akan
ditolong”
Content (muatan) tahdzir (peringatan) Allah dalam ayat ini adalah,
di hari kiamat kelak, selain tidak akan diterima pembelaan, tebusan, dan segala
macam pertolongan, juga tidak akan diterima syafa’at.
Satu-satunya yang dapat menghindarkan ‘adzab (siksa) Allah adalah
keimanan yang di-implementasi-kan melalui amal kebajikan. Syafa’at
terambil dari kata ‘syaf’u’ (genap) yang diartikan dengan: ‘indlimamul-ghairi
ilas-syakhshi liyadfa’a ‘anhu’ (afiliasi/penggabungan orang lain
terhadap seseorang guna menolak mara bahaya yang menimpa dirinya). Seseorang
yang tidak mampu menghadapi persoalan atau tidak mampu meraih apa yang diharapkan,
ia meminta bantuan kepada orang lain yang berkemampuan, dengan menggenapkan
pada dirinya dan menjadi penghubung baginya, guna bersama-sama menghadapi
persoalan atau meraih apa yang diharapkannya. Upaya ini disebut dengan
syafa’at.
Dhahir ayat di atas menunjukkan bahwa syafa’at tidak akan diperoleh siapapun, tidak
hanya terbatas pada kaum Yahudi yang kafir yang menolak kenabian Nabi Muhammad
SAW dan kaum musyrik atau kafir lainnya saja. Atas dasar bahwa : ‘tankirun-nafsi
wa hua fi hiyazin-nafyi yufidu ‘umaman-nafsi’ (kata ‘nafs’ yang
menggunakan bentuk nakirah/indifinite yang dikemukakan dalam konteks me-nafi-kan
sesuatu, menunjukkan makna umum, mencakup siapapun). Dhahir ayat inilah yang
dipegangi kalangan muktazilah sebagai salah satu dalil penolakannya
terhadap adanya syafaat bagi ahlul kabair (mu’min yang melakukan dosa
besar). Lain dari pada itu –menurut mereka- terdapat ayat-ayat lain yang
serupa, yang secara tegas menafikan adanya syafaat bagi ahlul kabair, seperti surah
al-Muddatsir ayat 48 yang dzahirnya menunjukkan arti umum:
فَمَا تَنْفَعُهُمْ شَفَاعَةُ الشَّافِعِينْ
“Maka
tidak berguna lagi bagi mereka syafaat dari orang-orang yang memberikan syafaat”.
juga surah Ghafir ayat 18 yang menyatakan bahwa orang-orang yang
dzalim tidak memperoleh syafaat, dimana perbuatan dosa besar merupakan
kedzaliman :
مَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ حَمِيمٍ وَلَا شَفِيعٍ يُطَاع
“Orang-orang yang
dzalim tidak mempunyai teman setia seorang pun dan tidak (pula) mempunyai
seorang pemberi syafaat yang diterima syafaatnya”.
Kalangan ahlus-sunnah berpendapat bahwa meskipun ayat ini
dan ayat-ayat lainnya secara dzahir menafikan syafa’at secara umum, tetapi
terdapat sekian ayat dan hadis yang mencapai derajat tawatur ma’nawi,
yang membatasi keumuman tersebut. Seperti surah al-Anbiya ayat 28 :
وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى
“dan mereka tiada
memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah”
dan surah Saba ayat 23 :
وَلَا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ
عِنْدَهُ إِلَّا لِمَنْ أَذِنَ لَه
“Dan tiadalah
berguna syafaat di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya
memperoleh syafaat itu”
yang mengindikasikan adanya syafa’at bagi orang yang diridlai dan
orang yang mendapat izin Allah SWT. Juga hadis nabi yang tegas menyatakan
adanya syafa’at Nabi SAW bagi umatnya termasuk bagi ahlul kabair sebagaimana
hadis :
لِكُلِّ نّبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ . وَقَدْ اِدَّخَرْتُ
دَعْوَتِيْ شَفَاعَةً لِأُمَّتِيْ .
“setiap
nabi mempunyai doa yang mustajab. Dan sungguh aku menyimpan doaku untuk
mensyafa’ati ummatku”
dan
hadis :
شَفَاعَتِيْ لِأَهْلِ الْكَبَائِرِ مِنْ أُمَّتِيْ
“Syafa’atku untuk
orang-orang yang melakukan dosa besar dari ummatku”
Maka atas dasar jam’an bainal-adillah (menghimpun
berbagai dalil) kalangan ahlus-sunnah berkesimpulan bahwa syafa’at yang
dinafikan adalah syafa’at bagi mereka yang kafir sebagaimana halnya kaum Yahudi
yang menolak kenabian Nabi Muhammad SAW dan orang-orang kafir lainnya,
berdasarkan dalil ayat-ayat yang digunakan kalangan muktazilah di atas. Sedang
bagi selain mereka, ada peluang untuk
memperoleh syafa’at, berdasarkan dalil ayat-ayat berikutnya dan hadis yang
mencapai derajat tawatur ma’nawi. Tetapi perlu dicatat tidak seluruhnya
mendapat syafa’at. Karena dalam hal syafa’at, menerimanya termasuk memberinya
adalah atas izin Allah SWT dan keputusan-Nya adalah haq lagi bijaksana. Wallahu
a’lam.
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق