PRESTASI BUKAN PRESTISE
Tafsir al-Baqarah ayat : 48 Part 1
وَاتَّقُوا
يَوْمًا لَا تَجْزِي نَفْسٌ عَنْ نَفْسٍ شَيْئًا وَلَا يُقْبَلُ مِنْهَا شَفَاعَةٌ
وَلَا يُؤْخَذُ مِنْهَا عَدْلٌ وَلَا هُمْ يُنْصَرُونَ (البقرة : 48 )
“Dan jagalah dirimu dari
(`adzab) hari (kiamat) yang pada hari itu seseorang tidak dapat membela orang
lain, walau sedikit pun, dan (begitu
pula) tidak diterima syafa`at dan tebusan daripadanya, dan tidaklah mereka akan
ditolong”
Ayat ini merupakan tahdzir (peringatan) Allah swt
kepada kaum Yahudi, karena tadzkir (pengingatan) akan tafdlil
(keutamaan) yang telah dianugerahkan kepada leluhur mereka (yang ditunjuk pada
ayat sebelumnya) tidak membuat mereka tunduk dan taat kepada-Nya, malah
sebaliknya menjadikan mereka durhaka. Mereka menduga bahwa mereka tidak akan mendapat siksa di
akhirat kelak betapapun durhakanya, oleh karena mereka berasal dari leluhur
yang tersohor banyak memiliki keutamaan.
Maka kemudian Allah swt melalui ayat ini membatalkan dugaan mereka
dengan menafikan wasilah-wasilah
(perantara-perantara) yang menurut
mereka dimungkinkan dapat menyelamatkan dari siksa-Nya. Pertama ; ‘La tajzi nafsun ‘an
nafsin syaia’ (seseorang tidak bisa membela orang lain sedikitpun).
Lewat pernyataan ini, Allah swt bermaksud menjelaskan bahwa leluhur mereka
betapapun terhormat dan taatnya kepada Allah swt, di akhirat nanti tidak
berkemampuan untuk membela sedikitpun juga. Kedua ; ‘La yuqbalu
minha syafa’ah” (tidak diterima
syafa’at orang lain). Dalam kehidupan dunia jika seseorang tidak memiliki
kemampuan, maka ia dapat meminta bantuan orang lain yang disegani/ dihormati
untuk menjadi penghubung dalam meraih apa yang diharapkan. Melalui pernyataan
ini, Allah swt menegaskan bahwa dalam kehidupan akhirat, hal tersebut tidak
akan pernah didapat. Ketiga ; ‘La yu-khadzu minha ‘adl’ (tidak
diterima tebusan). Pernyataan ini merupakan penegasan Allah swt bahwa meski
dalam kehidupan dunia tebusan dikenal dalam banyak kasus, tetapi di akhirat
tidak ada walau sebesar apapun tebusan yang diberikan. Keempat ; ‘La
hum yunsharun’ (mereka tidak akan tertolong). Dengan pernyataan ini
Allah swt bermaksud memberikan penegasan bahwa tidak ada peluang sedikitpun dan
dengan cara apapun bagi mereka untuk mendapat pertolongan. Implisit dari
pernyataan-pernyatan-Nya itu, Allah bermaksud menyatakan sebuah kesimpulan
bahwa :
لاَوَسِيْلَةَ لِلنَّجَاةِ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ سِوَى
الاِيْمَانِ وَالاَعْمَالِ الصَّالِحَةِ
“Tidak ada wasilah untuk menyelamatkan diri
di hari kiamat nanti kecuali keimanan dan amal kebajikan”
Ayat di atas melalui kalimat perlambang memberi gambaran tentang
ajaran al-quran yang fundamental bahwa penilaian dan penghargaan Allah kepada seseorang
bukanlah karena pertimbangan keutamaan yang berkenaan dengan identitasnya
meliputi siapa dia dan keturunan siapa ‘tafdlil dzatiyyi’, melainkan didasarkan pada pertimbangan
keutamaan yang berkenaan dengan aktifitasnya dalam melaksanakan manifestasi
keimanan ‘tafdlil ‘amaliyyi’. Karena itu dalam bagian lain pada
surah an-Najm ayat 39-41 Allah swt
berfirman :
وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ
إِلَّا مَا سَعَى وَأَنَّ سَعْيَهُ سَوْفَ
يُرَى ثُمَّ يُجْزَاهُ الْجَزَاءَ الْأَوْفَى
“Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang
telah diusahakannya. Dan
bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang
paling sempurna”
Dengan kata lain Allah swt tidak memberikan penilaian/ penghargaan
kepada seseorang tidak karena prestise atau gengsinya,
seperti keturunan orang mulia misalnya, tetapi karena faktor prestasinya
atau keberhasilannya dalam mengimplementasikan keimanan di tengah-tengah
kehidupan. Renungkan !
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق